
Sebuah studi terbaru yang terbit di Toronto Sun menunjukkan bahwa ternyata “kesepian yang kronis” memiliki bahaya terhadap kesehatan seseorang sama seperti bahaya obesitas. Menurut laporan itu, “kesepian meningkatkan kemungkinan terjadinya kematian dini sebesar 14 persen, dan angka ini sama dengan peningkatan kematian dini karena obesitas.” Dalam arti itu, keduanya memiliki risiko yang sama besar terhadap kematian seseorang.
Laporan itu sebenarnya adalah hasil survei yang dilakukan oleh sebuah Yayasan Kesehatan Jiwa terhadap 2000 responden di Amerika Serikat, di mana 10 persen responden merasa kesepian, sepertiga dari mereka merasa bahwa teman akrab atau saudara mereka sedang mengalami kesepian, dan setengah dari mereka mengatakan bahwa masyarakat pada umumnya semakin lama semakin merasa kesepian.
Studi itu juga menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang paling sering merasa kesepian adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun. Sementara kesepian dari kelompok usia di atas 60 tahun semakin kronis karena ditambah dengan kekhawatiran mereka bahwa penyakit karena lanjut usia dan kematian akan segera datang menghampiri.
Ini tentu menjadi ancaman yang cukup serius bagi mereka yang memasuki usia pensiun dan kaum lansia. Bahkan ahli demografi dan psikologi mengatakan bahwa kelompok masyarakat ini sebaiknya selalu hidup berdampingan dan bersama, jangan sampai saling memisahkan diri dan hidup jauh satu sama lain dalam waktu yang relatif lama.
Anehnya, penelitian ini tidak menyinggung faktor lain yang menyebabkan terjadinya kesepian kronis, yakni perceraian yang semakin tahun semakin terus meningkat. Padahal perceraian tidak hanya menyebabkan terjadinya kesepian pada pasangan suami dan istri, tetapi juga anak-anak. Di Amerika Serikat, data statistik menunjukkan bahwa angka perceraian bertambah dua kali lipat sejak tahun 1990, yakni meningkat dari 4,9 menjadi 10,1 perceraian setiap 1000 perkawinan. Jika diperkirakan akan meningkat dua kali untuk sepuluh tahun mendatang, maka di tahun 2020-an angka perceraian mencapai di atas 20 persen dari 1000 perkawinan.
Di Indonesia sendiri, angka perceraian menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Sejak tahun 2005, angka perceraian selalu di atas 10 persen. Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebab pisahnya pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggungjawab 78.407 perkara, dan masalah ekonomi 67.891 perkara. Sedangkan tahun sebelumnya, tingkat perceraian nasional masih di angka 216.286 perkara. Angka faktor penyebabnya terdiri atas ketidakharmonisan 72.274 perkara, tidak ada tanggungjawab 61.128 perkara, dan faktor ekonomi 43.309 perkara.
Mungkin saja para peneliti dari Yayasan Kesehatan Jiwa itu tidak bermaksud meneliti hubungan antara perceraian dengan kesepian. Tetapi fakta kesepian yang disebabkan oleh perceraian tidak bisa dianggap enteng. Penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dnegan kaum remaja dari keluarga yang utuh, kaum remaja korban perceraian umumnya mengalami kehidupan dalam rasa sepi yang mendalam dan rasa ketidakpuasan pada diri mereka sendiri. Dan ini sudah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan di Pamukkale University di Turki.
Para peneliti dari Pamukkale University di Turki mengumpulkan data dari 863 siswa Sekolah Menengah Atas, yang setelah diolah secara statistik, menunjukkan adanya korelasi positif antara perceraian orangtua mereka dengan perasaan kesepian yang sedang mereka alami. Para peneliti kemudian menyimpulkan, “Para remaja sekolah menengah atas dari orangtua yang bercerai ada dalam bahaya mengalami rasa kesepian dan ketidakpuasan dalam hidup.”
Per definisi, kesepian (loneliness) dipahami sebagai perasaan atau emosi yang tidak menyenangkan sebagai reaksi terhadap pengalaman kesendirian (pengalaman terisolasi) atau pengalaman ketiadaan rekan, sahabat, orang terdekat. Kesepian meliputi perasaan khawatir, curiga, atau putus asa terhadap kesendirian, ketiadaan orang-orang sekitar, dan semacamnya. Perasaan ini dapat termanifestasi dalam banyak bentuk, mulai dari hal yang ringan sampai hal yang paling ekstrem seperti bunuh diri.
Kembali ke persoalan di atas, bahwa rasa kesepian sebagai fenomena yang sama berbahayanya dengan obesitas memang harus dihargai. Meskipun demikian, kita masih memiliki pekerjaan rumah yang amat besar, terutama bagiamana membantu saudara-saudara kita yang mengalami kesepian selepas perceraian orangtua mereka
like it:)
BalasHapuslama2 kesepian bisa stress
like this..
BalasHapusikh maso,,nalo org jomblo tu gmn?
BalasHapuskan dio kspian?
hheehheh :)
BalasHapusi like it
hahahahahaaiiiii
BalasHapus